Jumat, 10 Juni 2011

Surat Cinta dari Tuhan

Tuhan bermaksud mengetahui tingkat ketakwaan hamba-hamba-Nya. Maka, diutuslah seorang malaikat yang ahli statistik untuk menelitinya.

Tanpa diduga, ternyata hamba yang bertakwa hanya 10 persen saja. Sedangkan, yang 90% masih durhaka.

Kemudian, Tuhan mengutus seorang nabi untuk memberikan pencerahan. Beberapa tahun kemudian, diadakan penelitian lafi, dan ternyata hasilnya tak jauh beda dengan yang pertama. Karena kasih sayang-Nya yang tak terbatas, diutuslah lagi seorang nabi untuk memberi peringatan.

Tetapi, setelah diadakan penelitian, ternyata hasilnya tetap: 10% bertakwa dan 90% durhaka.

Akhirnya Tuhan memutuskan untuk memberikan sebuah surat yang sangat luar biasa kepada 10% hamba-Nya yang bertakwa itu.

Apakah Anda Tahu apakah isi surat Tuhan itu?? Kalau Anda tidak tahu, berarti Anda tidak mendapatkan surat itu. kaacian dech luuu...

Kitab suci adalah surat yang luar biasa yang diwahyukan oleh Allah SWT. untuk kita. Kitab-kitab itu adalah "surat cinta" dari Tuhan untuk para hamba-Nya.
Kitab-kitab itu jangan hanya dijadikan hiasan rak buku belaka, tetapi untuk dibaca. Tetapi, membaca saja tidaklah cukup, perlu penghayatan makna-maknanya. Namun, penghayatan makna-makna itu dalam kehidupan pun belum cukup, masih perlu pengamalan makna-makna itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Agar kita termasuk yang 10 persen itu!!

Sumber : Kaya tapi Miskin, karya Mustamir

Menuai Benih Cinta Kasih

Seorang ibu bercerita kepada anaknya tentang bulan, "Anakku, dimalam hari, ada makhluk yang sangat menyeramkan. Dia bulat seperti mata raksasa yang melotot."

Ibu lainnya juga menceritakan tentang bulan kepada anaknya, "Anakku, dimalam hari, ada makhluk yang sangat indah. Dia bulat, besar, dan mengerluarkan cahaya yang menerangi bumi."

Pada suatu malam purnama, kedua anak itu bermain diluar rumah dan muncullah bulan. Anak pertama lari tunggang langgang karena ketakutan, sementara anak kedua berjingkrak-jingkrak kegirangan.

Berilah contoh bagaimana mencintai, jangan beri contoh bagaimana membenci;
Berilah contoh bagaimana berbagi, jangan beri contoh bagaimana mencuri;
Berilah contoh bagaimana merendahkan hati, jangan beri contoh menyombongkan diri.
Contoh adalah pendidikan.


Jika kita mendidik anak-anak kita dengan kebencian, maka anak-anak kita akan melihat dunia dengan mata kebencian; bila kita didik anak kita dengan kacamata cinta kasih, maka mereka akan melihat dunia dengan cinta kasih.

Sumber : Kaya tapi Miskin, karya Mustamir

Dunia untuk Akhirat

Dua orang dihadapkan kepada malaikat pengadil. Si Amin, sebutlah begitu, dengan tenang melangkah kedepan. "Aku pasti masuk surga yang tinggi karena sewaktu di dunia aku sangat rajin shalat. Jangankan yang wajib, yang sunnah saja tak pernah lupa ku jalankan," katanya dalam hati. Benar saja, setelah amalnya dihitung, malaikat berkata, "Kamu masuk surga VIP karena shalatmu bagus sekali".

Si Iman, sebutlah begitu, maju ke depan untuk dihitung amalnya di dunia. Setelah dihitung, ternayta shalatnya cukup baik walaupun tak sebagus Amin. "Memang, sewaktu didunia, waktumu lebih banyak kau pergunakan untuk bekerja menyepuh emas, sehingga shalatmu tak sebaik shalatnya si Amin. Kau masuk surga kelas ekonomi saja."

Keduanya dituntun oleh malaikat menuju tempatnya masin-masing. Tetapi, tiba-tiba, Tuhan bertitah, "Kau salah Malaikat! Bawa si Iman ke kelas VIP, sedangkan si Amin ke kelas ekonomi!"

"Mengapa begitu, Tuhan? Bukankah shalat si Amin lebih baik dari si Iman?" tanya malaikat.

"Memang benar, tetapi ketika shalat si Amin mengingat emas, sedangkan si Iman ketika menyepuh emas dia mengingat shalat."

Kita sering melupakan hakikat ibadah yang sebenarnya. Kita sering menggunakan ibadah untuk mengenyangkan nafsu-nafsu kita: kekayaan, kedudukan, ataupun kecantikan. Hakikat sebenarnya dari ibadah adalah menghadirkan Tuhan dalam diri kita. Shalat adalah menghadirkan Tuhan dengan merendahkan diri. Zakat adalah menghadirkan Tuhan dalam cinta kasih. Puasa adalah menghadirkan Tuhan dalam lapar dahaga. Haji adalah menghadirkan Tuhan dalam perjalanan sejarah hidup kita.

Sumber : Kaya tapi Miskin, karya Mustamir